7 Perbedaan UKM dan UMKM Wajib Diketahui

7 Perbedaan UKM dan UMKM

Istilah UKM dan UMKM sangat dikenal dalam bidang usaha ekonomi kerakyatan atau bisnis kecil. UKM dan UMKM punya perbedaan yang wajib diketahui oleh pelaku bisnis kecil dan menengah sebagai pendorong perekonomian nasional.

UKM dan UMKM mempunyai kontribusi besar dalam perekonomian Indonesia. Jenis usaha ini dijalankan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan anak perusahaan atau cabang perusahaan besar.

Hingga tahun 2023 ada lebih dari 65 juta UKM dan UMKM dengan kategori konvensional dimana 19,4 jutanya merupakan pelaku UMKM digital. Jumlah itu masih terbilang kecil dibandingkan UMKM yang belum masuk ke ekosistem digital.

UKM dan UMKM memiliki tujuan yang sama, yaitu menumbuhkan dan mengembangkan usaha kecil dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berazaskan keadilan.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, usaha kecil didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi produktif yang berdiri sendiri. UKM bukan merupakan anak usaha atau cabang perusahaan kelas menengah atau besar.

Lalu apakah UKM dan UMKM itu?

UKM merupakan usaha kecil dan menengah dengan fokus yang ditekankan pada usaha kecil. Sedangkan UMKM adalah usaha mikro, kecil, dan menengah yang lebih berfokus pada cakupan usaha mikro. Istilah UMKM lebih sering dipakai karena telah mencakup ketiga jenis usaha.

Ada beberapa aspek perbedaan UKM dan UMKM yang lebih ditekankan pada tiap-tiap unit usaha, mulai dari besar omzet tahunan, kekayaan aset, jumlah tenaga kerja, modal awal usaha, pembinaan usaha, pajak yang dikenakan, dan legalitas hukumnya.

Beda UKM dan UMKM

1. Omzet Usaha UKM dan UMKM

Usaha mikro memiliki hasil penjualan tahunan atau omzet paling banyak sebesar Rp300 juta. Usaha kecil memiliki omzet tahunan lebih dari Rp300 juta hingga Rp2,5 milyar. Untuk usaha menengah memiliki omzet tahunan lebih dari Rp2,5 milyar hingga Rp50 milyar.

2. Modal Awal UKM dan UMKM

Modal awal untuk mendirikan usaha mikro adalah sebesar Rp50 juta. Sedangkan modal untuk mendirikan usaha kecil dan menengah adalah sebesar Rp300 juta atau dengan mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk pembiayaan modal.

Pemerintah sendiri melalui perbankan berusaha memberikan bantuan pembiayaan bagi UKM dengan cara menyalurkan kredit sebagai modal awal usaha kecil menengah.

UKM membutuhkan modal awal lebih banyak karena UKM diyakini lebih memiliki pengaruh terhadap perkembangan ekonomi di Indonesia. Sementara UKM dinilai bersifat lebih perorangan dengan usaha dan keuntungan kecil.

3. Kekayaan Bersih Usaha

Dari segi kekayaan bersih, usaha mikro paling banyak mencapai Rp50 juta. Kekayaan bersih usaha kecil berkisar lebih dari Rp50 juta hingga Rp500 juta. Sedangkan usaha menengah punya kekayaan bersih di atas Rp500 juta hingga Rp10 milyar.

Perlu diketahui juga, kekayaan bersih dari ketiga unit usaha ini tidak termasuk dengan tanah dan bangunan tempat usaha. Semua murni dari hasil usaha atau transaksi bisnis.

4. Jumlah Tenaga Kerja atau Staff

Perbedaan usaha mikro, kecil dan menengah dapat dibedakan dari segi jumlah tenaga kerja. Usaha mikro memiliki jumlah karyawan 1-5 tenaga kerja, untuk usaha kecil mempunyai jumlah karyawan 6-19 orang, sedangkan usaha menengah mempunyai jumlah tenaga kerja yang lebih banyak hingga 20-99 orang.

Tentu saja, dari segi jumlah tenaga kerja dapat menilai semakin besar sebuah usaha bisnis maka membutuhkan jumlah karyawan yang juga banyak.

5. Pembinaan Usaha UKM dan UMKM

Menurut UU Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, dari segi pembinaan usaha, UKM dan UMKM memiliki perbedaan. Usaha skala mikro dibina oleh pemerintah kabupaten dan kota, usaha kecil dibina oleh pemerintah provinsi, keduanya melalui Dinas Koperasi dan UKM, sedangkan usaha menengah dibina berskala nasional dibawah naungan Kementerian Koperasi dan UKM.

6. Pajak yang Dikenakan

Sebelumnya perlu diketahui dasar hukum sesuai PP Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 tersebut wajib pajak yang memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 milyar, dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 0,5%.

Melihat dari aspek omzet dari masing-masing ketiga unit usaha tersebut, UKM dan UMKM memiliki kemungkinan untuk memungut dan membayar PPh Final 0,5%. Namun jika unit usaha menengah telah memiliki peredaran bruto lebih dari Rp4,8 milyar, pelaku usaha sudah tidak bisa memungut PPh Final 0,5% ini.

Selain dikenakan PPh Final, ada jenis pajak lainnya yang turut dikenakan pada UKM dan UMKM, seperti PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 21, dan PPh Pasal 23. Namun, pengenaan pajak ini berdasarkan kondisi operasional usaha. Misalnya, unit usaha mikro tidak memiliki karyawan, tidak menyewa gedung, dan tidak melakukan transaksi pembelian jasa, maka tidak wajib membayar ketiga jenis pajak tersebut.

7. Legalitas Hukum

Dari sisi yuridis atau legalitas hukum, usaha mikro tidak memerlukan badan hukum. Sedangkan usaha kecil dan menengah wajib memiliki dasar hukum, bisa dalam bentuk PT, CV dan badan hukum lain sesuai jenis usaha yang dimiliki.

Meskipun terdapat perbedaan antara UKM dan UMKM dari jenis dan skala bisnisnya, semuanya memiliki tujuan yang sama, yaitu menumbuhkan dan mengembangkan usaha, bisa menyerap luas tenaga kerja, mendongkrak ekonomi di desa maupun dikota, juga menjadi pemasukan pajak bagi negara yang membantu kemajuan ekonomi bangsa.

UMKM berperan dalam memperluas kesempatan kerja dan penyerapan tenaga kerja. Peran vital UMKM akan terasa dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) dimana kontribusi UMKM dalam PDB juga lebih besar dibanding usaha skala besar.

Bagi pelaku bisnis UMKM agar produk lokal berkualitas dapat dikenal secara luas, dapat melakukan transformasi bisnisnya ke arah digital. Dengan memanfaatkan teknologi yang ada, pertumbuhan ekonomi digital dari jalur UMKM dapat semakin meningkat.

Pemanfaatan teknologi digital masa kini dapat membantu promosi produk UKM dan UMKM lokal menjadi dikenal luas di pasar domestik hingga mancanegara. Dengan semakin luasnya promosi juga mempengaruhi demand pasar terhadap produk lokal berkualitas.

Media sosial salah satunya, dapat digunakan sebagai media informasi produk UMKM dengan memanfaatkan sebaran pengguna di Indonesia bahkan mancanegara. Selain itu, pelaku bisnis UMKM dapat pula menggunakan website sebagai media informasi produk UMKM.

Selain itu, pelaku UMKM dapat pula menggunakan media website sebagai alat promosi karena sebaran pengguna internet di Indonesia yang sangat luas hingga mencakup 215,63 juta orang.

Bila pasar lebih luas didapat, tentunya dibutuhkan teknologi pembayaran yang mudah diterima pasar. Dalam hal ini pelaku bisnis UMKM dapat menggunakan metode pembayaran yang beragam bagi pelanggannya.

Teknologi pembayaran digital bagi pelaku bisnis UMKM dapat diperoleh melalui teknologi finansial payment gateway dari Winpay. Dengan menerapkan teknologi payment gateway dalam media jualan bisnis UMKM, pelanggan dengan mudah melakukan pembayaran sesuai pilihan yang dimiliki.

Pelanggan dapat memanfaatkan pembayaran cashless, virtual account, bahkan melalui gerai-gerai minimarket modern dalam melakukan pembayaran. Semuanya ada di Winpay sebagai payment gateway partner yang tepat bagi pelaku bisnis UMKM di Indonesia.

Related posts